April 17, 2010


Tarbiyah sungguh mengasikkan. Pembinaan pribadi berkelakuan prima. Ada proses panjang mengarahkan. Fragmen nilai kebaikan bergantian. Kokoh antara doktrin dan penyadaran. Luas antara duniawi dan ukhrowi. Luwes antara tuntutan dan tuntunan. Dinamis antara idealita dan realita. Renyah antara keseriusan dan hiburan. Sebuah potret hidup tentang kehidupan. Ada contoh pribadi tegar berenergi. Ada teladan kelompok bersinergi. Ada keistimewaan. Ada prestasi. Ada keterbatasan. Ada kejenuhan. Ada kejatuhan. Ada semangat membakar. Ada jeda dalam perjalanan. Ada sikap mengakar. Ada kenyataan pahit. Ada rasa manis. Setiap sudut jiwa tersentuh. Bukti misi untuk seluruh. Bukan untuk kesempurnaan. Terlalu berat, terlalu sukar diwujudkan. Hanya mengoptimalkan potensi kemanusiaan. Hanya mengupayakan segala celah amalan dan kemampuan. Bukan sikap kesombongan. Sekedar berdikari dalam kebaikan. Belajar membela kebenaran. Belajar komitmen dengan keyakinan. Belajar berkorban demi orang lain. Belajar agar jiwa mampu untuk terus bersabar.


Tarbiyah membuat paradigma baru dalam kehidupan. Betapa jelas pandangan. Betapa luas pemikiran. Betapa tenteram perasaan. Betapa kokoh pendirian. Diajaknya jiwa bertualang. Dalam celah-celah ilmu dan peradaban. Diajaknya akal menyelam. Di kedalaman hikmah dan kebajikan. Diajaknya nafsu menyeberang, mengarungi samudera marifah dan ketundukan. Dan terbang tinggi menembus langit pengetahuan. Betapa banyak manfaat didapatkan. Betapa melimpahnya hikmah. Betapa nyaman seharusnya dirasakan. Betapa nikmat semestinya didapatkan. Namun kenyataan, selalu berbeda dengan mimpi dan cita-cita. Tidak seindah warna aslinya. Tidak setepat misi utamanya. Itulah justru kehidupan. Ada dinamika. Ada ‘dunia lain’ antara idealita dan realita. Tidak ada kesempurnaan. Ada kesungguhan. Tidak ada kepastian. Ada harapan. Tidak selalu wujud segala keinginan. Karena juga tidak semua benih unggul tumbuh sempurna. Bahkan tidak semua benih adalah unggul semua. Tetapi selalu ada lahan yang siap digarap. Ada huma yang siap dibajak. Ada air. Ada hama. Ada angin dan hujan. Ada panas dan matahari. Ada dingin dan malam. Masing-masing ada perannya. Ada pengaruhnya. Masing-masing ada batasannya. Ada ajalnya. Masing-masing ada hambatannya. Ada ujiannya. Ada takdirnya masing-masing. Ada alamat disetiap oksigen yang dilepas. Ada jatah disetiap nafas yang terhembus. Sebuah bianglala kehidupan. Aneka warna. Beragam rasa. Antara hitam dan putih. Antara susah dan mudah. Anatar keras dan lunak. Antara dekat dan jauh. Antara kasar dan halus. Antar bising dan sepi. Antara beragam ilmu, adat, budaya, keluarga, dan kehidupan pribadinya. Dan tarbiyah mengorkestrakannya. Menjadi padu. Bersinergi. Harmoni. Indah. Hidup. Dan menyatu.

Tarbiyah sangat kokoh menghujam. Sangat tinggi menjulang. Menaungi jiwa dan ruhani. Melindungi kesucian fitri. Seperti embun pagi, membersihkan, memuliakan. Mampu bertahan dalam semua cuaca. Tak lekang di panas. Tak lapuk karna hujan. Tarbiyah sangat luas mencakup segala. Sungguh cakupan sangat besarnya. Tapi tetap terjaga dalam naungan. Seperti taman rindang yang sejuk. Oase yang menyegarkan. Gemercik air pegunungan, asik alami. Seperti pendaki sampai di puncak. Melihat. Merasa. Mendapat kepuasan. Tarbiyah benar-benar membuat hidup lebih hidup. Segar. Aneka rasa kayak jas-jus. Berenergi. Ga ada matinya kayak energizer. Unik, kayak ornament antik. Indah, aneka warna kayak pelangi. Dan semerbak kayak kesturi. Kayak gitu gue ngerasain tarbiyah. Tapi itu dulu, 20 tahun yang lalu…

Sekarang…, setelah lebih 20 tahun berlalu, waktu memangsa dengan ganasnya. Masa menggerus dengan lahapnya. Awalnya tetap mampu bertahan. Karena ada kematangan berpikir. Dan kedewasaan bertindak. Luar biasa. Sungguh luar biasa. Tapi karena butuh stamina untuk bertahan. Butuh energy untuk menguatkan pijakan. Dan tentu saja akhirnya tak bisa pula dihindari. Hama yang terus menyerang. Sebab dasar karena kekuatan menurun. Dan stamina jiwa melemah. Maka terjadilah sebuah hokum hidup. Dan, di 10 tahun terakhir, Lihatlah asrimu, tak lagi seperti dulu. Lihatlah hijaumu, kian memudar. Hilangkan pesona. Hilangkan gairah harokimu. Mulai banyak bagian taman yang rusak. Bunga-bunga layu. Air yang tercemar. Kicau burung berkurang. Kesejukan menghilang. Karna tak ada lagi rindang. Pohon-pohon ditebang. Tanah gersang. Udara kering. Lahan kerontang. Kubangan dimana-mana. Air tergenang. Busuk menyengat. Sungguh tak sedap. Dan perawatan-pun tak kuasa. Melawan masa. Melawan keterbatasan. Melawan banyak tuntutan. Mungkin juga ada tukang yang salah urus. Karena terlalu banyak air membuat busuk akar. Terlalu panas membuat pucuk terbakar. Terlalu terbuka hinga sulit dikendalikan. Terlalu luas hingga sulit dalam perawatan. Tumbuhlah semak belukar. Pagar sudah tak mampu tegak untuk melindungi. Semakin banyak yang pergi. Meninggalkan taman yang merana. Mungkin bukan kesalahanya semata. Karena kenyamanan tak lagi dirasa. Karena banyak tanya yang tak terjawab. Ah, mereka tak tahu rupanya. Ternyata masih ada bagian-bagian taman yang rindang. Kolam jernih meski kecil sahaja. Ikan-ikan berkejaran. Pohon perdu cukuplah sudah. Membuat hijau mata dan nyaman suasana. Ada pula bunga-bunga aneka warna. Tak apalah meski di pot adanya. Masih ada orang yang mau bertahan. Merawat taman dengan segala apa yang ada. Karena ini taman kita. Karena ini bukan final , kawan. Belum habis kesempatan. Tak apa awan redup. Mendung bergayut di angkasa. Karena akan jadi hujan yang menyegarkan. Membersihkan. Tak apa malam gelap menutup. Karena akan datang fajar menyinari. Datang terang. Tak apa daun gugur berjatuhan, karna akan ada tunas baru nanti. Lihatlah bintang kejora di langit tenggara. Bisa kau pakai sebagai tanda. Menuju tempat semula. Dimana kau pernah menikmati suasana nyaman dalam keluarga. Yang membuat hatimu tenteram karenanya. Pergilah ke sana. Kau hanya butuh keyakinan. Bukan, bukan tersesat kawan. Hanya kabut yang menutup pandangan. Sehingga tak jelas arah perjalanan. Kau cuma perlu menenangkan diri. Dan menunggu sinar pagi menghalau kabut pergi. Karena masih banyak kesempatan. Masih terbuka lebar perbaikan. Kita hanya butuh jeda. Kita juga perlu tambah tenaga. Kita butuh keyakinan. Bahwa semua ini hanya sebuah proses besar. Dari Yang Maha Besar. Dan kita bertanggungjawab pada-Nya. Kita memang butuh kejelasan formal. Yang terang. Bukan pemanis kata. Tapi mungkin itu jadi tidak perlu. Saat gemuruh dunia memekakan telinga. Saat materi membutakan mata. Dan jabatan menghilangkan sifat mulia. Karena kita tetap punya tujuan, kawan. Ada tujuan yang dituju. Ada tempat yang kita datangi. Jangan kawan, Jangan tinggalkan taman ini. Karena kaulah harapan zaman. Untuk menjaganya. Membuatnya kembali berseri. Semerbak wangi. Menyedapkan orang yang memandangnya. Mengasikan berada di dalamnya. Jangan tinggalkan kawan. Karena kau bisa. Tetap berada di dalamnya. Bertahanlah kawan. Bertahanlah.

Subang, 6 Februari 2010

Malam dingin saat rintik gerimis

(Hanya sebuah kontemplasi diri

Karena kelemahan jiwa

Karna keletihan raga

Karena tak semua kata bisa terbaca

Karena tidak semua berita bisa dicerna

Karena tak mudah memahami logika

Dari lembar-lembar keputusan

Sedang nafsu terus meronta

Mencari jalan keluarnya

Mencari celah lemahnya

Menunggu saat diamnya

Maka teruslah berjaga wahai diri

Teruslah waspada

Bukan pada sesiapa

Tapi pada dirimu sendiri

Karna dirimu dipenuhi bara

Jangan tersulut

Jangan biarkan terbakar

Tetaplah ditempat

Dan focus pada tujuan

Menuju kebenaran)
sumber : Pesona kata (http://dwifahrial.info/)

0 komentar :

Post a Comment